Mitra unggulan

red-line-v2

Lucky Danna Aria – Matoa

Bandung adalah kota yang penuh dengan warna-warni kreatif  yang  seolah tak akan pernah mati, dan justru terus semakin hidup dan semakin berkembang. Begitu banyak hal-hal baru yang bermunculan di kota kembang ini, salah satunya adalah jam tangan dari kayu dengan merk dagang “Matoa”.

Adalah Lucky Danna Aria seorang anak muda Bandung yang pantang menyerah melakukan riset untuk menciptakan jam tangan yang berbahan dasar kayu sono keling dan maple.

Kiprah Lucky diawali bersama 7 karyawannya dengan menggandeng beberapa pengrajin lokal untuk membantu memproduksi jam tangan kayu tersebut. Sementara untuk bahan baku, Lucky tidak serta merta menebang pohon dan mengambil kayunya. Justru Lucky lebih banyak menggunakan kayu-kayu sisa limbah industri kayu yang ada di daerah Bandung.Kayu-kayu sisa limbah industri itu diperoleh dari beberapa perusahaan mebel di Bandung.

Saat ini, Lucky sudah membuat lima tipe jam tangan kayu, yaitu tipe Rote, Flores, Sumba, Moyo, dan Gili. Dan bukan tidak mungkin tipe-tipe lain akan menyusul setelahnya.Dengan konsep eco watch, Lucky ingin mengembangkan jam tangan yang berbasis ramah lingkungan Dalam perjalanan bisnisnya, Lucky sempat membutuhkan dana besar untuk pengembangan usahanya.

Peluang ini dilihat oleh PT. Sarana Jabar Ventura dan pada November 201, Jabar Ventura memberikan pembiayaan sebesar Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) kepada MATOA untuk pengembangan usahanya.Dalam hal pemasaran, Lucky sampai saat ini masih banyak menggunakan metode online sebagai sarana pemasaran.Metode ini dirasa cukup tepat oleh Lucky, mengingat segmentasi pasar jam tangan kayunya diminati anak muda.

Berkat keuletannya, omzet MATOA pun semakin meningkat dari waktu ke waktu dan karyawannya saat ini sudah mencapai 25 orang sehingga kemampuan produksi pun meningkat menjadi 400 sampai 450 buah jam tangan per bulan, yang tadinya hanya di kisaran 150 jam tangan saja dan pemasarannya pun sudah merambah kebenua Eropa.

Diah Susilawati  dan Dedi Hidayat –  J &C COOKIES

Bagi pasangan suami istri Dedi Hidayat dan Diah Susilawati peluang usaha muncul dari kehidupan berumah tangga sehari-hari. Berawal dari hobi dan waktu luang, Ibu Diah membuat kue kering di rumah ketika suaminya Dedi Hidayat pergi bekerja setiap hari di perusahaan perminyakan ternama di Jakarta.

Dalam perjalanan waktu, karena melihat sang istri semakin mahir membuat kue, sang suami akhirnya rela meninggalkan pekerjaannya sebagai konsultan perminyakan untuk kembali ke Bandung yang merupakan daerah asal pasangan suami istri ini, untuk menyokong penuh dan mengembangkan hobi istrinya. Pada saat pertama mencoba memasarkan produknya, Diah sempat door to door ke rumah tetangga atau ketempat ibu-ibu biasa berkumpul.Dari situ lah kue buatan Diah mulai dikenal orang. Apalagi ketika itu beberapa orang saudara Dedi-Diah ikut membantu memasarkan dengan membawa produk kue buatannya kekantornya masing-masing.

Ini pula yang menjadikan pesanan menjadi bertambah banyak.Tekad keras Dedi-Diah untuk mengembangkan usaha kue kering sempat terkendala oleh faktor modal. Namun hal itu tidak membuat mereka patah semangat. Tahun 1997 merupakan awal perkenalan Pak Dedi dengan PT Sarana Jabar Ventura dan ia mendapatkan kucuran dana untuk modal kerja sebesar Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah)

Selanjutnya berturut-turut Jabar Ventura terus mendukung Dedi-Diah mulai dari dukungan permodalan hingga konsultasi pengembangan usaha. Produk kue mereka telah dibuatkan hak paten dengan nama J&C Cookies yang diambil dari inisial kedua anak mereka yaitu Jodi dan Cindy.

Dengan perjalanan waktu lebih dari 20 tahun, J&C Cookies telah melakukan merger dengan kedua saudara Dedi, yang juga produsen kue kering yaitu Ladifa Cookies dan Ina Cookies.

Pada awal tahun 2012 terbentuklah badan usaha yang bernama PT . Bonli Cipta Sejahtera (PT BCS), di mana sistem, sarana, prasarana,maupun aset serta SDM ada di bawah satu manajemen. Adapun ketiga merek dagang tersebut tetap dipertahankan karena telah memiliki pangsa pasar masing-masing sehingga bisnis kue kering mereka semakin besar.

Saat ini bisnis tersebut telah memiliki lebih dari 50 varian kue kering dan memiliki 24 outlet yang tersebar di Bandung dan Jabotabek. Tak cukup hanya di dalam negeri, PT BCS juga semakin melebarkan sayapnya hingga ke mancanegara. Beberapa agen PT BCS bahkan sudah memasuki pasar Amerika, Australia, Hongkong, Malaysia, dan pasarEropa.

Untuk memenuhi permintaan pasar yang lebih besar, pada April 2013 PT SaranaJabar Ventura memberikan lagi fasilitas pembiayaan sebesar Rp 1.600.000.000 (satu milyar enam ratus juta rupiah) kepada PT. BCS untuk digunakan sebagai tambahan modal kerja guna memenuhi kebutuhan menjelang hari Raya Idul Fitri.

I KetutCarma – LancarSari

I Ketut Carma melihat potensi kerajinan Bali, lalu mengembangkannya menjadi usaha kerajinan yang mampu merambah dunia di luar Bali, bahkan luar Indonesia. Dia adalah pengusaha dengan latar belakang pendidikan Sarjana Ekonomi dan pernah menjadi tenaga marketing selama beberapa tahun yang menjadi pengalaman berharga bagi dirinya. Hingga akhirnya pada tahun 1995, Carma memutuskan untuk membuat perusahaan sendiri yang bergerak di bidang kerajinan besi.

Carma memulai usahanya dari sebuah gudang seluas 1000 meter persegi yang dijadikan workshop, terletak di Banjar Tanah Pegat,Desa Gubug, Kabupaten Tabanan.Produk-produk kerajinan buatan Carma sebelumnya berupa iron handicraft (kerajinan berbahan besi) seperti : candle holder, frame, iron bowl, dan post stand. Perkembangan selanjutnya sesuai dengan selera dan kebutuhan pasar, produk yang dihasilkanya itu berupa home accessories yaitu pernak-pernik rumah yang memiliki nilai estetis. Semua produk tersebut diekspor ke Amerika Serikat dan Eropa. Dalam hal produksi khususnya untuk pengadaan gerabah maupun kombinasi kerajinan berbahan kayu, Carma bekerjasama dengan produsen dan perajin di Wilayah Solo,Yogyakarta , dan Mataram.

Untuk mendukung pengembangan usahanya, Carma mengajukan fasilitas pembiayaan kepada PT. Sarana Bali Ventura dimulai dengan plafond Rp 75.000.000 (tujuh puluh lima juta rupiah) pada tahun 1996. Selama 18 tahun bekerjasama dengan PT Sarana Bali Ventura, Carma telah menerima fasilitas pembiayaan mencapai Rp 1.100.000.000 (satu milyar seratus juta) lebih. Pembiayaan tersebut sudah digunakan oleh Carma untuk membangun tempat workshop (yang awalnya kandang ayam), membangun tempat kerja, pembelian tempat workshop baru di Abian tuwung-Tabanan, pembelian gudang di Banjar Taman–Desa Gubug, dan pengembangan usaha rumah makan di daerah Abian tuwung-Tabanan. Usaha yang dikembangkan oleh Carma sangat dirasakan manfaatnya oleh penduduk sekitar, dimana sebagian besar dari 200 tenaga kerja adalah penduduk lokal disekitar tempat usaha. Bahkan ada beberapa masyarakat di sekitar, yang memiliki warung atau usaha untuk memenuhi kebutuhan para pekerja dari perusahaan Carma.

Start typing and press Enter to search